Penanganan Urologi dengan Teknologi Minimal Invasive
A
A
A
GAYAhidup yang tidak sehat dan pertambahan usia dapat memicu timbulnya berbagai masalah kesehatan, seperti pada jantung, pembuluh darah, atau urologi.
Untuk menangani masalah kesehatan tersebut, diperlukan penanganan yang tepat dan komprehensif dengan dukungan teknologi terkini dalam bidang kesehatan, mulai diagnosis hingga menentukan tindakan tepat bagi setiap pasien.
Chief Executive Officer (CEO) RS Pondok Indah Group dr Yanwar Hadiyanto MARS mengatakan bahwa penanganan untuk berbagai masalah kesehatan tersebut bermacam-macam, harus disesuaikan dengan kondisi pasien, mulai terapi pengobatan hingga tindakan bedah.
Dia menuturkan, seiring hadirnya inovasi teknologi di bidang kesehatan, solusi mengatasi berbagai masalah kesehatan dapat dilakukan dengan teknik minimal invasive. “Minimal invasive surgery adalah tindakan bedah dengan luka sayatan yang lebih minimal. Setelah dilakukannya tindakan,pasien akan merasakan nyeri yang lebih sedikit, risiko komplikasi lebih rendah, serta masa pemulihan yang lebih singkat dibandingkan bedah konvensional,” ucap dr Yanwar.
Selain kemajuan pada penanganan gangguan kesehatan seputar jantung dan pembuluh darah, penanganan untuk gangguan urologi juga semakin berkembang.
Masalahmasalah urologi, seperti gangguan batu ginjal, batu saluran kemih, atau pembesaran prostat yang semakin banyak terjadi, kini dapat ditangani dengan pembedahan minimal invasive, bahkan non-invasive.
Dokter spesialis bedah urologi RS Pondok Indah, Dr Hery Tiera SpU, menjelaskan, pada kasus batu di saluran kemih, pemilihan tindakan yang dilakukan pada pasien ditentukan berdasarkan lokasi, ukuran, dan jenis batu yang terbentuk. Beberapa tindakan yang biasa dilakukan seperti extracorporeal shockwave lithrotripsy (ESWL).
ESWL ini adalah tindakan non-invasif yang memanfaatkan gelombang kejut untuk menghancurkan batu. Jadi, tidak ada sayatan sama sekali pada tubuh pasien.
“Tetapi,apabila batu yang terbentuk ukurannya lebih besar dan lokasinya lebih sulit, diperlukan tindakan berbeda, seperti percutaneous nephrolithotomy (PCNL), retrograde intrarenal surgery (RIRS), uretheroscopy (URS), atau litotripsi. Pemeriksaan awal dengan CT-urologi sangat dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis dan menentukan tindakan penanganan yang tepat untuk pasien,” papar dr Hery.
Selain batu ginjal dan saluran kemih, pembesaran prostat merupakan masalah yang sering dialami pria, khususnya yang berusia di atas 50 tahun. Pemeriksaan awal untuk gangguan pembe saran prostat dilakukan dengan pemeriksaan riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan laboratorium untuk melihat fungsi ginjal, dan pemeriksaan pencitraan prostat dan saluran kemih menggunakan ultrasonografi (USG).
Menurut dr Hery, penanganan gangguan pembesaran prostat yang ringan dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan. Tetapi untuk kasus lanjutan, tindakan minimal invasive, seperti tran surethral resection of prostate (TURP), dapat dilakukan.
Tindakan ini dilakukan dengan teknik endoskopi tanpa sayatan, menggunakan kamera yang masuk melalui lubang berkemih. Kemudian, jaringan prostat direseksi atau dievaporasi dari dalam menggunakan elektroda atau laser fiber dengan visualisasi langsung (direct vision).
“Pilihan tindakan pe nanganan untuk kasus gangguan urologi bersifat individual dan menyesuaikan kondisi masing-masing pasien. Solusi minimal invasive merupakan salah satu alternatif penanganan dengan sayatan yang lebih minimal dan memungkinkan pasien untuk pulih lebih cepat,” tutur dr Hery.
Untuk menangani masalah kesehatan tersebut, diperlukan penanganan yang tepat dan komprehensif dengan dukungan teknologi terkini dalam bidang kesehatan, mulai diagnosis hingga menentukan tindakan tepat bagi setiap pasien.
Chief Executive Officer (CEO) RS Pondok Indah Group dr Yanwar Hadiyanto MARS mengatakan bahwa penanganan untuk berbagai masalah kesehatan tersebut bermacam-macam, harus disesuaikan dengan kondisi pasien, mulai terapi pengobatan hingga tindakan bedah.
Dia menuturkan, seiring hadirnya inovasi teknologi di bidang kesehatan, solusi mengatasi berbagai masalah kesehatan dapat dilakukan dengan teknik minimal invasive. “Minimal invasive surgery adalah tindakan bedah dengan luka sayatan yang lebih minimal. Setelah dilakukannya tindakan,pasien akan merasakan nyeri yang lebih sedikit, risiko komplikasi lebih rendah, serta masa pemulihan yang lebih singkat dibandingkan bedah konvensional,” ucap dr Yanwar.
Selain kemajuan pada penanganan gangguan kesehatan seputar jantung dan pembuluh darah, penanganan untuk gangguan urologi juga semakin berkembang.
Masalahmasalah urologi, seperti gangguan batu ginjal, batu saluran kemih, atau pembesaran prostat yang semakin banyak terjadi, kini dapat ditangani dengan pembedahan minimal invasive, bahkan non-invasive.
Dokter spesialis bedah urologi RS Pondok Indah, Dr Hery Tiera SpU, menjelaskan, pada kasus batu di saluran kemih, pemilihan tindakan yang dilakukan pada pasien ditentukan berdasarkan lokasi, ukuran, dan jenis batu yang terbentuk. Beberapa tindakan yang biasa dilakukan seperti extracorporeal shockwave lithrotripsy (ESWL).
ESWL ini adalah tindakan non-invasif yang memanfaatkan gelombang kejut untuk menghancurkan batu. Jadi, tidak ada sayatan sama sekali pada tubuh pasien.
“Tetapi,apabila batu yang terbentuk ukurannya lebih besar dan lokasinya lebih sulit, diperlukan tindakan berbeda, seperti percutaneous nephrolithotomy (PCNL), retrograde intrarenal surgery (RIRS), uretheroscopy (URS), atau litotripsi. Pemeriksaan awal dengan CT-urologi sangat dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis dan menentukan tindakan penanganan yang tepat untuk pasien,” papar dr Hery.
Selain batu ginjal dan saluran kemih, pembesaran prostat merupakan masalah yang sering dialami pria, khususnya yang berusia di atas 50 tahun. Pemeriksaan awal untuk gangguan pembe saran prostat dilakukan dengan pemeriksaan riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan laboratorium untuk melihat fungsi ginjal, dan pemeriksaan pencitraan prostat dan saluran kemih menggunakan ultrasonografi (USG).
Menurut dr Hery, penanganan gangguan pembesaran prostat yang ringan dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan. Tetapi untuk kasus lanjutan, tindakan minimal invasive, seperti tran surethral resection of prostate (TURP), dapat dilakukan.
Tindakan ini dilakukan dengan teknik endoskopi tanpa sayatan, menggunakan kamera yang masuk melalui lubang berkemih. Kemudian, jaringan prostat direseksi atau dievaporasi dari dalam menggunakan elektroda atau laser fiber dengan visualisasi langsung (direct vision).
“Pilihan tindakan pe nanganan untuk kasus gangguan urologi bersifat individual dan menyesuaikan kondisi masing-masing pasien. Solusi minimal invasive merupakan salah satu alternatif penanganan dengan sayatan yang lebih minimal dan memungkinkan pasien untuk pulih lebih cepat,” tutur dr Hery.
(don)